Rabu, 07 Februari 2018

DAMPAK NEGATIF LGBT

                                  DAMPAK LGBT



                              Dampak negatif tanah longsor


Secara jelas kita akan mengetahui dampak negatif dari bencana yang berhubungan dengan tanah tersebut. Bahkan belum lama ini kita dikejutkan dengan berita adanya bencana tanah longsor yang melanda Banjarnegara dan menelan banyak korban jiwa. Adapun dampak negatif dari terjadinya bencana tanah longsor adalah sebagai berikut:



  • Dengan adanya korban jiwa secara tidak langsung mengurangi kepadatan penduduk.
  • Memotivasi para peneliti untuk meneliti struktur dan kondisi tanah di berbagai tempat, hal ini biasanya dilakukan oleh para ahli geologi.
  • Menjadikan sikap waspada dan siaga bagi orang-orang yang tinggal di daerah rawan tanah longsor.
  • Menambah kepedulian kita terhadap korban tanah longsor dan kepedulian terhadap sesama pada umumnya.
  • Meningkatkan kesadaran diri terkait dengan sebab terjadinya tanah longsor seperti penebangan hutan dan perluasan lahan.



Dampak Negatif Banjir

1. Rusaknya sarana dan prasarana
Air yang menggenang memasuki partikel pada dinding bangunan, apabila dinding tidak mampu menahan kandungan air maka dinding akan mengalami retak dan akhirnya jebol.
2. Hilangnya harta benda
Banjir dalam aliran skala besar mampu menyeret apapun yang dilaluinya termasuk harta benda. Seperti kursi, kasur, meja, pakaian, dan lain sebagainya.
3. Menimbulkan korban jiwa
Hal ini disebabkan karena arus air terlalu deras sehingga banyak penduduk yang hanyut terbawa arus.
4. Menimbulkan bibit penyakit
Penyakit yang dapat ditimbulkan misalnya gatal-gatal. Air banjir banyak membawa kuman sehingga penyebaran penyakit sangat besar.
5. Rusaknya areal pertanian
Banjir mampu menenggelamkan areal sawah. Tentu saja hal ini sangat merugikan para petani dan kondisi perekonomian negara menjadi terganggu.






Dampak Negatif Gempa


- Membuat banyak orang meninggal
- Merusak fasilitas umum
- Wilayah menjadi rusak
- Banyaknya pengangguran karena kantornya hancur
- Berkurangnya sumber daya alam dan sumber daya manusia- Jaringan transportasi dah komunikasi terganggu






Dampak Negatif Tsunami


Secara deskriptif, gelombang tsunami bermula dari gerakan hebat lempeng bumi yang berpusat dangkal di dasar samudera. Pergerakan lempeng tersebut kemudian menunjam masuk ke dalam perut bumi, dan menyebabkan air laut surut dari bibir pantai, kemudian tak beberapa lama. Air laut yang terhempas masuk ke dalam patahan samudera tersebut akan menyeruak dan menggulung hebat menjadi gelombang raksasa setinggi belasan meter. Gelombang inilah yang ketika mencapai daratan dan menghempas apapun yang dilalauinya disebut sebagai gelombang tsunami. Kekuatan desktruktif bencana alam berupa air bah yang maha besar inilah yang mengakibatkan kurang lebih 165.708 jiwa di pesisir Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam lenyap dihempas gulungan air laut.

Ketika mencapai pesisir daratan, gelombang tsunami yang memiliki kekuatan amat dahsyat ini mampu menghempas apapun yang menghalanginya. Masih teringat dalam ingatan ketika kekuatan tsunami Aceh (2004) yang mampu menggerakkan kapal seberat lebih dari 30 Gross Weight Ton dari pesisir dermaga hingga ke tengah kota Banda Aceh. Fakta menunjukkan bahwa kecepatan air bah tsunami mampu mengalahkan kecepatan pesawat jet, sekitar 500 hingga 1000 km/jam! Ketika mendekat ke pesisir lautan, kecepatannya memang sedikit berkurang, namun ketinggian gelombangnya bertambah hingga belasan meter. Tengok saja bagaimana dahsyat dan tingginya gelombang tsunami yang menghempas Sendai, Jepang pada 2011 silam.

Catatan sejarah juga membuktikan bahwa tak hanya gempabumi yang mampu memicu tsunami, letusan gunungapi yang dahsyat seperti letusan Krakatau dan letusan Tambora sekian abad silam pun mampu menciptakan gelombang laut yang maha dahsyat yang menggulung wilayah daratan pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.Berdasar pada catatan kebencanaan dari tahun 1801 hingga 2006, bencana alam tsunami telah menghempas wilayah di Sumbawa (1820), Bengkulu (1833), Sumatera Barat (1861), Sangihe (1856), Krakatau (1883), Kepulauan Seram (1955), Sulawesi Tengah (1968), Sumba (1977), Flores (1992), Banyuwangi (1994), Biak (1996), Aceh (2004), dan Pangandaran (2006).

Bicara tentang tsunami, fenomena bencana yang legendaris dampaknya ini merupakan ancaman nyata yang menakutkan setidaknya dalam satu dekade terakhir. Tengok saja bagaimana kejadian dan dampak yang direnggut oleh fenomena bencana alam tsunami yang melanda Aceh (2004) dan Sendai, Jepang (2011). Kerusakan masif yang mengancam di daerah yang memiliki potensi gempabumi dahsyat dan gelombang tsunami tak bisa diabaikan. Sudah seharusnya menjadi agenda khusus bagi program penanggulangan dan mitigasi bencana di wilayah-wilayah tersebut.


Di Indonesia, bencana tsunami abad modern seperti sekarang ini memang identik dengan fenomena bencana alam gempabumi. Masyarakat pun nampaknya sudah jamak mengenali ciri-ciri tsunami. Ketika gempabumi yang berepisentrum di bawah laut terjadi dalam magnitudo di atas 7 Skala Richter dan pusat gempamemiliki kedalaman tak lebih dari 30 Km dari permukaan laut, maka peringatan dini tsunami akan segera beredar. Tanda lain ketika fenomena bencana alam tsunami mengancamadalah ketika tak lama setelah gempabumi melanda, dan air laut surut sejauh lebih dari 100 meter, maka bersiaplah menjauh dari bibir pantai. Tanda air laut surut pasca gempabumi merupakan tanda nyata yang akan berwujud tsunami dahsyat tak lama setelahnya.


TUTORIAL UJIKOM TKJ PAKET 4 2020